Pekanbaru — (jejakberitanews.com) Lembaga Swadaya Masyarakat Koalisi Indonesia Bersih (KIB) Riau menyoroti dugaan kejanggalan dalam proses penetapan calon pimpinan di Bank Riau Kepri (BRK) Syariah, khususnya setelah keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa pada 23 Oktober 2025.
Dalam rapat tersebut, pemegang saham memutuskan lima nama untuk mengisi tiga posisi Direksi dan dua posisi Dewan Komisaris, termasuk menetapkan Helwin Yunus sebagai calon Direktur Utama BRK Syariah. Nama-nama tersebut kemudian diteruskan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjalani Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK).
Ketua KIB Riau, Hariyadi SE, menilai langkah tersebut menimbulkan tanda tanya besar, karena Helwin Yunus tidak pernah mengikuti seleksi untuk jabatan Direktur Utama.
“Helwin itu ikut seleksi tahun 2024 untuk posisi Direktur Pembiayaan, dan sudah dinyatakan lulus oleh OJK untuk jabatan tersebut. Tapi pada RUPS Luar Biasa 23 Oktober 2025, justru dia ditetapkan sebagai calon Direktur Utama. Ini janggal dan patut dipertanyakan dasar hukumnya,” ujar Hariyadi, Rabu (29/10/2025).
Hariyadi menjelaskan, Panitia Seleksi (Pansel) BRK Syariah sebelumnya tidak membuka lagi seleksi untuk jabatan Direktur Utama, karena disebutkan masih menunggu hasil dari OJK terhadap calon lama. Pansel hanya membuka seleksi untuk empat posisi lainnya, namun dalam RUPS Luar Biasa justru diputuskan tiga jabatan Direksi dan dua jabatan Dewan Komisaris.
“Kalau Pansel tidak membuka seleksi untuk Direktur Utama, dari mana dasar RUPS menetapkan nama baru untuk posisi itu? Ini bukan soal pribadi seseorang, tapi soal tata kelola dan transparansi lembaga keuangan milik daerah,” tegasnya.
Menurut KIB Riau, langkah RUPS tersebut berpotensi tidak sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan ketentuan POJK Nomor 27/POJK.03/2016 tentang uji kelayakan dan kepatutan bagi Direksi dan Komisaris bank umum.
Hariyadi juga meminta OJK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau dan mengawasi proses pengisian jabatan Direksi dan Komisaris BRK Syariah, agar tidak ada praktik penyalahgunaan kewenangan maupun intervensi politik dalam tubuh bank daerah tersebut.
“BRK Syariah adalah lembaga keuangan milik masyarakat Riau dan Kepri. Jangan sampai bank ini dijadikan arena bagi kepentingan politik atau pribadi. Semua harus dijalankan secara terbuka dan sesuai aturan,” tutupnya.













